Bupati Tabalong Turut Digugat
Agung, AB – Sudah jatuh tertimpa tangga, pepatah itu tampaknya tepat bagi Badrun bin Limat (80) warga Jl. Basuki Rahmat RT. 2/34 Kelurahan Agung Kecamatan Tanjung. Satu-satunya tanah peninggalan orang tua eks penyiar 6 radio swasta di Banjarmasin era 70-an itu terancam hilang pasca perseteruannya dengan HM (62) dan Sd yang masih terhitung tetangga korban.
Tanah berukuran panjang kurang lebih 99 m dan lebar sekitar 52,5 m yang terletak di Murung Panti (sekarang bersampingan dengan PDAM) tersebut kini statusnya gantung. Upaya hukum yang dilakukan lelaki tua ini sampai ke tingkat Kasasi pun tidak membuahkan hasil.
Menurut penuturan Badrun kepada media ini, kejadian berawal sekitar tahun 1973 pada saat dirinya masih aktif sebagai penyiar radio di Banjarmasin yang mengharuskannya bolak-balik Tanjung – Banjarmasin, datang pelaku Imr (orang tua HM, red) dengan maksud membeli tanahnya, namun saat itu korban menolaknya dengan alasan merupakan satu-satunya peninggalan orang tuanya. Namun pelaku berhasil membujuk korban untuk menggadaikan saja tanah tersebut seharga Rp. 40 ribu dengan membuatkan kuitansi gadai.
Beberapa waktu kemudian pelaku datang kembali untuk meminjam surat hibah dengan alasan berjaga-jaga kalau-kalau saudara korban keberatan dengan perjanjian bila diperlukan, maka tanah itu akan ditebus oleh korban.
Berikutnya pelaku kembali menemui korban dengan membawa segel kosong untuk minta dibuatkan bukti yang mana saat itu korban bersedia menandatanganinya asalkan diisi sesuai dengan isi kuitansi gadai yang sudah dibuatkan, yakni sebesar Rp. 40 ribu dimana pelaku pun setuju jika segel kosong itu selalu menyatu dengan kuitansi gadai dan tidak bisa dipisahkan. “Sejak itu saya tidak pernah lagi melihat segel tersebut,” aku Badrun kepada AB.
Tahun 1976, pelaku menolak ketika korban ingin menebus kembali tanah tersebut dengan alasan masih memerlukannya. Sampai saat itu korban mengira status tanah masih gadai. Namun alangkah terkejutnya ia ketika pada tahun 2003 (Imr sudah meninggal, red), ia kedatangan Hs yang mengaku sudah membeli tanah tersebut dari Imr dengan maksud minta dibuatkan surat hak kepemilikan atas tanah itu.
“Anehnya saat saya tanyakan mana surat jual belinya, dia bilang suratnya hilang,” tambah Badrun lemah.
Setelah itu korban baru mengetahui kalau tanahnya sepanjang 2 m X 52 m juga telah dijual Hs yang tidak lain merupakan saluran pembuangan air PDAM Agung. Karena itu, korban pun akhirnya menjadikan Bupati Tabalong sebagai pihak yang turut bertanggungjawab dan turut tergugat cq direktur PDAM Tabalong.
“Perbuatan Hs yang telah menjual sebagian tanah saya secara sepihak bahkan tidak sah adalah merupakan perbuatan yang melawan hukum. Karena itu sudah seharusnya mendapatkan tidakan hukum yang setimpal, bukan malah dibiarkan seperti sekarang ini,” tegas Badrun lagi berapi-api.
Pada tanggal 27 Pebruari 2006, korban mengaku menerima ancaman dari keponakan pelaku berinisial Sn bersama kawannya yang datang ke rumah korban yang memaksanya untuk membuatkan surat penjualan tanah secara resmi. Meski terus dipaksa dan diancam, Badrun mengaku tetap tidak bersedia memenuhi permintaan tersebut. “Kasus tersebut sudah saya laporkan kepada yang berwajib, namun sampai sekarang tidak ada tindakan apa-apa selain upaya-upaya damai yang sulit saya terima,” keluhnya.
Badrun mengaku sudah sering menjadi korban dalam kasus ini oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dan hanya memanfaatkan kasusnya untuk kepentingan pribadi. Kepada AB ia mengutarakan kekecewaannya kepada para penegak hukum yang menangani kasusnya. "Saya sangat kecewa dengan pengadilan dan kepolisian yang menangani kasus ini yang saya nilai sarat dengan permainan sehingga ujung-ujungnya malah memenangkan seteru saya yang jelas-jelas merampas hak milik saya sejak awal," ungkapnya.
Demi membuktikan kebenarannya atas kepemilikan tanah tersebut, 22 September 2006 silam, Badrun rela melakukan ritual sumpah pocong di kediaman Habib Umar Al-Habsyi desa Karangan Putih.
Kini dalam usia tuanya, Badrun hanya menginginkan apa yang menjadi haknya bisa dikembalikan dan kepada pihak-pihak yang terkait terutama tergugat dirinya meminta sejumlah tali asih menanggung kerugian yang selama ini dialaminya selama mencari keadilan.
Waktu eksekusi menurut rekan korban yang selama ini setia menjaganya tinggal kurang lebih 15 hari lagi. “Masih adakah keadilan di negeri ini?” ungkapnya prihatin mengingat segala upaya hukum dari tingkat kejaksaan negeri Tanjung hingga upaya Kasasi kandas di perjalanan. (AB)
Sabtu, 27 November 2010
Tanah Milik Terantuk Kasasi
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Blog Indahnya Berbagi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar